Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947
Diposting oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009Serangan kilat (Blitz Kreig) serdadu Belanda yang dilancarkan terhadap Republik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I dengan mudah dapat menerobos pertahan kita di segala front waktu itu. Akhirnya Belanda berhasil merebut beberapa lokasi dalam daerah kekuasaan Reublik Indonesia di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
TNI/Laskar segera melaksanakan strategi penarikan pasukan ke garis belakang dengan melakukan bumi hangus, pembuatan rintangan dan pemasangan ranjau. Sementara gerakan mundur dilakukan pasukan TNI/Laskar segera mengadakan konsolidasi kedudukannya untuk melancarkan perlawanan secara gerilya.
Pasukan Belanda kian gencar menguasai wilayah-wilayah yang ada di Sumatera Selatan terutama daerah-daerah yang sumber daya alam (tambang minyak, batubara dan perkebunan) yang merupakan sumber devisa negara dan vital bagi kepentingan militer.
Dari kota Palembang Belanda terus bergerak menuju kota Bengkulu, Jambi, Lampung hingga ke front-front pertahanan TNI/Laskar hingga radius 20 KM yang sebelumnya masih di kuasai oleh pasukan kita sebagai pertahanan.Wilayah-wilayah tersebut termasuk tanggung jawab Brigade Pertempuran Garuda Merah yang berkedudukan di Prabumulih di bawah pimpinan Kolonel Bambang Utoyo. Brigade Pertempuran Garuda Merah membawahi Resimen 44 dan Resimen 45, Resimen 44 di bawah pimpinan Mayor Rayad Nawawi sedangkan Resimen 45 di bawah pimpinan Mayor Dhani Effendi. Daerah Prabumulih dan sekitarnya termasuk Mangun Jaya di bawah tanggung jawab Resimen 45.
Tepat pada jam 06.00 pagi tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda melancarkan serangan dengan mengerahkan Pesawat Pembom B.25, Pesawat Mustang, Howitser, Mortir 8 inci, Panser dan anggota pasukan infantri bergerak menghancurkan semua front pertahanan TNI/Laskar. Setelah front tengah dapat dipatahkan, maka dengan cepat pasukan Belanda bergerak ke Prabumulih, dan tepat pukul 15.00 WIB kota itu dapat diduduki. Perlawanan yang di berikan Detasemen 45 dapat dilumpuhkan oleh Belanda, dan akhirnya Komandan Resimen beserta staf mengundurkan diri bergerak menuju ke Suban Jeriji.
Dengan jatuhnya kota Prabumulih ke tangan musuh yang di sebabkan adanya kekosongan kekuatan mengingat saat itu sebagian besar pasukan kita di Prabumulih tengah berangkat kesemua front, telah berdampak secara psychologis meruntuhkah mental juang TRI/Laskar. Berdasarkan pertimbangan Resimen 45 dan staf, kota Prabumulih harus diserang kembali walaupun serangan itu sebagai serangan bunuh diri (Kamikaze).
Setelah anggota pasukan Detasemen Markas BPGM berhasil di Modong, maka mereka kembali ke induk pasukan yang telah mengundurkan diri ke Suban Jeriji. Demikian pula setelah pertahanan tengah dapat dipatahkan oleh Belanda, maka terpaksa + 220 anggota pasukan di bawah pimpinan Kapten Wahab Sarobu, dari dusun Parit bergerak ke Talang Niru dan akhirnya bergabung dengan induk pasukan Resimen 45 di Talang Kemang Tanduk dan Cempaka. Setelah melakukan konsolidasi pasukan kemudian diadakanlah rapat kilat antar anggota staf dan para komandan yang menghasilkan kata sepakat untuk menyerang balas kota Prabumulih di bawah pimpinan Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi.
Sehubungan dengan rencana tersebut, maka disusunlah struktur organisasi penyerangan sebagai berikut :
1. Staf :
a. Komandan : Mayor Dhani Effendi
b. Kepala Staf : Kapten Mahyudin
c. Pa. Inteligen : Letnan R. Itehd.
Pa. Operasi : Letnan Nurdine.
Pa. Logistik : Letda Ibrachim Nasution
2. Kesatuan Penyerang
a Sektor I : Dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dengan anggota pasukan dari Front Tengah.
b. Sektor II : Dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakil D. Silitonga.
c. Sektor III : Dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar dengan anggota pasukan PT (Polisi Tentara) dan pasukan dari front lain.
d. Sektor IV: Dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dengan wakilnya Vandrig Kasim Djaki dengan anggota pasukan yang berasal dari Kawal Detasemen 45 beserta anggota pasukan dari front lain.
Jumlah angota pasukan yang telah dipersiapkan untuk operasi serangan balas ini + 1100 orang. Jumlah tersebut nampaknya cukup memadai untuk menghadapi kekuatan pasukan Belanda yang telah menduduki kota Prabumulih. Sementara pasukan Belanda diperkirakan 1 kompi Angkat Darat plus Angkatan Udara yang setiap waktu dapat didatangkan dari pelabuhan udara Talang Betutu dan kekuatan Panser beserta Tank-baja yang sewaktu-waktu dapat didatangkan dari Karang Endah. Sementara senjata yang digunakan oleh TNI/Lasykar beratus-ratus senapan Kecepek, Stand Gun, Brend, LE, Hambuerg, Terny, Juky Kanju, Granat, Golok, ratusan bambu runcing dan termasuk senjata andalan Kikangho 12,7 mm. Perencanaan dan persiapan operasi ke Prabumulih, merupakan dasar pemikiran yang sangat mendasar sehingga perlu di pertanyakan. Mengapa Komandan Resimen 45 beserta para komanadan mengambil kebijakan untuk melakukan serangan balas ke Prabumulih, tidak ke Palembang atau ke kota lain.
Hal ini bukan merupakan hal yang mustahil. Dipilihnya kota Prabumulih tentu saja karena ada faktor-faktor yang mengacu kepada kepentingan militer, politik maupun psikologis. Asumsi dasar pemikiran tersebut tidak dapt terlepas pada tingkat kepentingan :
- Politik
Serangan balas ke Prabumulih diharapkan akan menjadi tonggak kekuatan dalam setiap perjuangan diplomasi di pusat maupun di daerah. Hal ini akan memberikan pengaruh yang tidak kecil, di mana Prabumulih merupakan daerah yang vital secara ekonomis yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda untuk tujuan-tujuan politis.
- Militer
Kota Prabumulih adalah termasuk wilayah tanggung jawab Pertahanan dan Keamanan Resimen 45 yang di dalamnya bermarkas Brigade Pertempuran Garuda Merah. Apabila dilihat dari keseluruhan pasukan Belanda di pedalaman waktu itu, pasukan Belanda di Prabumulih termasuk pasukan terbesar untuk menghadapi pasukan TNI/Laskar. Selain itu juga untuk membuktikan kepada Belanda bahwa TNI/Laskar dengan kekuatan persenjataan terbatas yang masih konvensional sanggup menyerang kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih yang memiliki struktur organisasi dan persenjataan yang modern.
3. Psikologis
a. Eksternal
Diharapkan akan meyakinkan pemerintah Belanda, bahwa gezag (wibawa) pemerintah pusat dan markas tinggi TNI terutama instuksi-instruksi dari panglima besar Jenderal Sudirman dengan segala ordernya, masih tetap dipatuhi oleh daerah-daerah yang ingin membuktikan bahwa perjuangan melawan agresi militer Belanda I tidak hanya di Pulau Jawa saja, tapi juga perjuangan melawan Belanda terjadi di Sumatera Selatan.
b. Internal
Memberikan dorongan semangat juang dan kejuangan kepada anggota kesatuan lain, serta menimbulkan kembali kepercayaan rakyat kepada TNI/Laskar yang masih sanggup berada di garis depan. Tujuan mulia dan perjuangan bangsa harus menjadi milik seluruh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Asumsi dasar pemikiran tadi, nampaknya menjadi dasar timbulnya semangat tempur anggota-anggota pasukan penyerang, sehingga keputusan untuk serangan balas Prabumulih sebagai alternatif yang tak dapat diganti dengan kebijakan yang lain. Untuk merealisir tujuan itu tidaklah mudah, sebab walaupun konsentrasi kekuatan Belanda terbesar di Prabumulih, namun kedudukan pasukan Belanda tidak hanya di satu tempat saja tetapi tersebar secara sporadis di : eks. Kantor Komandan Brigade ; eks. Kantor Kepala Staf Brigade ; tempat kediaman Komandan BPGM ; eks. Tempat kediaman Komandan Resimen 45 ; Markas Angkutan Darat (sekarang) ; Kantor Penerangan BPGM dan Gudang ; eks. Asrama Detasemen ; Asrama CPM (sekarang) ; Stasion Kereta Api Prabumulih ; Rumah Tuan Cila ; dan Rumah Tuan Van Der Wyck.
Sesuai dengan keadaan inilah maka pasukan TNI/Laskar menyerang pasukan Belanda yang terbagi menjadi beberapa sektor.
PELAKSANAAN OPERASI
- Tahap Infiltrasi
Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendy bertanggung jawab penuh dan langsung terhadap berhasil tidaknya rencana serangan ke Prabumulih. Perencanaan dan persiapan operasi penyerangan telah disusun dalam suatu rencana operasi yang berskala waktu dan bersifat sektoral. Efektifitas dan efisiensi penyerbuan lebih ditekankan pada gerak yang mendadak, sehingga daya kejut, daya tembak dan daya serang dalam pelaksanaan penyerbuan memegang peranan penting. Kendati serangan ini hanya bersifat kependudukan sementara sehingga berhasil tidaknya serangan tersebut bukanlah secara mutlak bergantung pada rencana operasi, daya dukung alat-alat tempur, cuaca, medan dan musuh saja, tetapi yang lebih penting adalah kemapanan mental anggota pasukan. Komandan Resimen 45 selaku Komandan serangan balas menyadari betul hal tersebut, sehingga beliau berupaya membekali mental juang personil agar memiliki keyakinan. Ada beberapa point yang diberikan beliau kepada anggota pasukan pada waktu itu :
- Kita harus menyerang Prabumulih untuk tujuan politik
- Dengan kepergian kita ini, mungkin ada diantara kita yang tidak kembali lagi, namun kita akan melakukan perjuangan bangsa mempertahankan Republik Indonesia
- Walaupun serangan ini adalah serangan bunuh diri dengan menggunakan senjata apa saja, Prabumulih harus kita duduki dan serangan harus kita lakukan.
- Tiada kekuatan apapun yang dapat mencegah, kecuali Allah Yang Maha Pengasih menghendaki yang lain
- Pistol saya ini bukan untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando
- Ada kekasih ada Negara dan ada Negara ada kekasih, namun yang diutamakan adalah kepentingan Negara.
Sesuai dengan rencana setelah amanat disampaikan maka tepat jam 14.00 tanggal 26 Juli 1947 pasukan TNI/Laskar mulai bergerak menuju kota Prabumulih. Perjalanan dari Suban Jeriji ke Talang Kemang Tanduk memakan waktu dua hari satu malam, suatu lokasi sebagai tempat persiapan karena letaknya cukup strategis dan aman. Tempat ini juga dijadikan titik temu pemunduran anggota pasukan dari segala front. Di samping itu tempat tersebut merupakan jalan pendekat utama ke garis awal antara Talang Bandung dengan kota Prabumulih.
Pada tanggal 31 Juli 1947 jam 23.00 anggota pasukan sudah berada di daerah persiapan, di mana kompi Lettu Yahya Bahar di lambung kiri untuk melakukan serangan dan anggota pasukan Detasemen Markas yang dipimpin oleh D.Silitonga berada di seberang jalan di depan kantor eks. Kantor Panglima Brigade. Pasuka senjata berat Kikangho 12,7 mm dipimpin oleh Sersan Dua Oemar. Dalam regu ini prajurit pembantu Abdullatif bergabung dan ditempatkan di Simpang Tiga untuk menjangkau semua tempat yang menjadi sasaran penyerangan. Gerakan pengepungan dilakukan secara hati-hati tanpa suara agar mereka tidak diketahui oleh Belanda.
Menjelang tengah malam semua anggota pasukan kita telah menempati posisi masing-masing dalam keadaan siap-siaga. Tinggal beberapa detik lagi menjelang pukul 00.00 semua pasukan beserta peralatan telah siap mengepung kubu musuh, dan Kapten Abdul Haq telah berangkat menuju peledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai (di rel Kereta Api + 500 meter kearah Muara Niru). Di saat-saat menantikan ledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai, tiba-tiba terdengar jeritan serdadu Belanda kesakitan (menurut perkiraan, serdadu Belanda yang ingin buang air kecil di tepat di depan posisi Abdullatif yang sedang bersembunyi, langsung di tusuk dengan bambu runcing oleh Abdullatif) yang disusul tembakan otomatis sekitar pukul 00.45 WIB, lebih awal dari ketentuan semula. Dengan kata lain, serangan pasukan kita lebih awal 15 menit karena adanya peristiwa Abdullatif yang dikencingi oleh serdadu Belanda dan langsung menusukkan bambu runcing kepada serdadu tersebut. Jeritan kesakitan serdadu Belanda itu telah memaksa para penjaga serdadu Belanda menembakkan senjata mereka ke udara yang telah membuat situasi berubah, yang mendengar suara tembakan tersebut, sehingga semua komandan pasukan kita mengomandokan pasukan masing-masing untuk melakukan serangan.
b. Tahap Eksploitasi
Pertempuran jarak dekat berlangsung antara anggota pasukan kita dengan serdadu Belanda, di mana pasukan kita yang dibantu oleh tembakan gencar senjata berat dan senjata lainnya untuk merebut dan menduduki sasaran-sasaran yang ditentukan.
- Sektor I
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dan sasaran utama ditujukan pada dua tempat sehingga pasukan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menyerang di lapang bola kaki, sedangkan kelompok lain harus menyerang musuh di Kantor Angkutan Darat AD (sekarang). Penyerangan dengan taktik kepung yang memaksa serdadu Belanda tidak dapat bertahan lama pada kedua tempat itu sehingga pasukan kita dapat mendudukinya.
- Sektor II
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakilnya D. Silitonga yang bertugas menyerbu eks. Kantor Panglima BPGM dan eks. Kantor Staf BPGM. Serbuan yang serba mendadak dengan mengandalkan senjata Kikango 12,7 mm. Telah menciptakan suasana panik diantara serdadu Belanda, mereka pontang panting keluar rumah lari ke lapangan tennis di belakang kantor tersebut. Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi sendiri ikut dalam sektor ini dan aktif mengikuti jalannya peperangan sambil memberikan komando pada sektor lain. Setelah pasukan kita memasuki gedung-gedung tersebut selama + 5 jam, tiba-tiba terdengar tembakan beruntun dari tank-tank Belanda yang datang dari arah pasar. Pasukan Belanda semakin dekat jaraknya dengan pasukan kita sehingga tepat pukul 06.00 tanggal 1 Agustus1947, sesuai dengan komando Komandan Resimen 45 memutuskan pertempuran.
- Sektor III
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar yang ditugaskan untuk menduduki eks. Kediaman Panglima BGM/P (sekarang menjadi Yon Zipur), yang letaknya tidak begitu jauh dari eks. Kantor Komandan Brigade. Kompi ini termasuk kompi yang utuh baik dilihat dari segi personil maupun persenjataanya. Pengalaman bertempur di Payakabung telah membuat kompi ini mampu menyerang secara efektif dengan daya serang yang cukup tinggi, sehingga ketika penyerangan dilakukan di eks. Rumah Komandan Brigade dapat diduduki oleh pasukan kita meskipun serdadu mempertahankannya mati-matian. Setelah berhasil menduduki tempat tesebut, pasukan ini akhirnya mendengar perintah dari Komandan Resimen 45 untuk memutuskan pertempuran dan kembali bergerak menuju titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya.
- Sektor IV
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Winarto (Polisi Tentara) dengan sasaran utama adalah Asrama Militer Polisi, Rumah Dinas PJKA, SD Pertamina dan Stasiun Kereta Api Prabumulih dan dibantu oleh sektor V. Pertempuran berlangsung dengan sengit antara kedua belah pihak, sehingga adakalanya terjadi kontak senjata jarak dekat di sela-sela dinding rumah. Tekanan yang dilakukan oleh pihak TNI/Lasykar mengakibatkan pihak Belanda berada dalam posisi kurang menguntungkan dan sekaligus berdampak gugurnya enam orang di pihak kita dan tujuh orang di pihak Belanda. Tetapi stasiun Kereta Api tidak dapat direbut mengingat kuatnya pertahanan Belanda.
- Sektor V
Sektor V dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dan terkadang dipimpin oleh Vandrig Kasim Djaki. Tugas yang diemban sektor ini adalah melakukan sabotase pada semua sarana perhubungan /komunikasi yang digunakan oleh Belanda di Prabumulih supaya tidak mendapat bantuan dari luar sekaligus membantu sektor IV merebut stasiun Kereta Api, menduduki rumah Tuan Cilla dan rumah Tuan Van Der Wyek. Serangan yang dilakukan oleh sektor ini terlambat karena menunggu ledakan dinamit sebagai dimulainya serangan,padahal peperangan telah dimulai 15 menit sebelumnya. Tepat pukul 06.00 sektor ini diperintahkan untuk memutuskan pertempuran dan menuju titik kumpul dengan kejaran Pesawat Pembom B.25 Mitchell dan Helikopter oleh serdadu Belanda dari Bandara Talang Betutu.
- Sektor Pasukan Berdiri Sendiri
Sektor ini dipimpin oleh Vandrig S. Toyib dengan kekuatan satu seksi dengan tugas mengganggu/menghambat gerak maju pasukan Belanda pada route-route yang akan dilalui mereka di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Ketika Panser Belanda datang pada pukul 05.30 WIB, maka anggota pasukan ini bersembunyi dipinggir jalan yang kemudian menyerang, sehingga menyebabkan sebuah Panser terbakar beserta tiga orang personilnya. Sedangkan dipihak kita, satu orang yang bernama Asri menjadi korban.
c. Tahap Konsolidasi
Tanggal 1 Agustus 1947 pukul 00.45 WIB pertempuran di kota Prabumulih berlangsung dengan sengit yang telah berhasil memukul pasukan Belanda mundur dari kedudukannya. Tepat pukul 06.15 semua pasukan yang menduduki semua sasaran sektor yang ditentukan memutusakan pertempuran dengan Belanda dan mulai bergerak menuju titik kumpul (konsolidasi) di desa Negeri Agung. Setelah mengadakan konsolidasi, semua pasukan bergerak ke Lubuk Batang yang kebetulan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri dan bersama-sama merayakannya dengan suka cita di dusun ini dan seksi Sersan Mayor Toby Gazoli yang tadinya bertugas mempertahankan dusun Tanjung Rambang bergabung kembali. Setelah itu anggota pasukan meninggalkan Lubuk Batang bergerak ke kota Martapura.
Pada saat melakukan gerakan ke Martapura, ternyata dusun Tambangan Rambang telah diduduki Belanda sehingga terjadi kontak senjata tanpa memakan korban. Setelah pasukan tiba di Martapura mereka disambut oleh Mayor Arif yang mewakili Komandan BGH (Brigade Garuda Hitam), selanjutnya dengan Kereta Api bergerak ke Tanjung Karang. Setelah itu Resimen 45 ditugaskan kembali ke front depan dan pasukan Abdul Haq di front Banten sementara pasukan yang dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu di front Gillas dan Markas Komando 45 tetap berada di Martapura. Setelah dua bulan bertugas di daerah ini, seluruh anggota pasukan pindah ke Lubuk Linggau atas instruksi Komandan Markas BPGM.
Sesampai di Lubuk Linggau Komandan Resimen 45 memberikan laporan kepada Panglima BPGM (Kol. Bambang Utoyo) mengenai kegiatan yang pernah dilakukan oleh Resimen 45 di Payakabung, Modong, Prabumulih, kegiatan di front Gillas dan front Banten. Khusus mengenai Serangan Balas Prabumulih dilaporkan pada Panglima sebagai berikut :
- TNI/Laskar : 60 orang lebih gugur dan 200 orang lebih hilang.
- Pasukan Belanda : 40 orang lebih gugur dan 80 orang luka berat dan ringan. ( sumber ada pada dokumen MABES AD di Jakarta).
Dampak Serangan Balas ke Kota Prabumulih
a. Militer
Keberhasilan dalam serangan balas ke Prabumulih telah membuktikan semangat juang dan kejuangan yang dimiliki TNI dan Lasykar meskipun di pihak Belanda sendiri memiliki persenjataan yang lebih modern dan organisasi pasukan yang lebih baik. Meskipun banyak korban di pihak kita, namun peristiwa tersebut justru menimbulkan efek positif bagi perjuangan bangsa, yakni :
- Selama 3 x 24 jam setelah pertempuran di Prabumulih selesai, Komandan Resimen 44 BPGM Mayor Rasyad Nawawi berkunjung kepada Mayor Dhani Effendi untuk minta petunjuk tentang langkah-langkah yang patut diambil setelah keberhasilan serangan balas.
- Pengalam tempur TNI/Laskar yang tergabung dalam Resimen 45/BPGM makin bertambah sehingga pengalaman tersebut menjadi modal dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II
- Dengan adanya serangan balas ke Prabumulih, terjadi pergeseran taktik perang yang tadinya bersifat frontal beralih menja sistem gerilya yang menguntungkan pihak kita.
- Mengingat sistem pertempuran sudah beralih ke sistem gerilya, sementara kondisi Sumatera Selatan 95 % terdiri dari hutan, maka pada Agresi Militer Belanda II ruang gerak pasukan kita tidak hanya terbatas pada kota-kota saja.
b. Politis
Setelah Agresi Militer Belanda I dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947 pukul 06.00, mendorong Panglima Besar APRI memberikan istruksi pada hari itu juga pukul 10.00, agar seluruh pasukan TNI dan Laskar mengadakan perlawanan di semua tempat demi mempertahankan negara dari Agresi Militer Belanda. Berdasarkan instruksi tersebut, BPGM termasuk Resmen yang serentak melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Pertempuran-pertempuran yang terjadi di setiap daerah kepulauan Indonesia termasuk serangan balas ke Prabumulih, mendukung usaha diplomasi pemerintah pusat di forum Internasional, yang pada akhirnya Dewan Keamanan PBB bersidang pada tanggal 31 Juli 1947 dan mengeluarkan Nota Nomor 173 yang berisi : mendesak agar kedua belah pihak segera menghentikan tembak-menembak dan kemudian mengadakan perundingan untuk menyelesaikan persengketaan yang sedang berlangsung. Sebagai tindak lanjut dari resolusi DK-PBB itu, maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Presiden Soekarno dan Jendral Spoor mengeluarkan perintah penghentian tembak-menembak. Khusus di Sumatera Selatan oleh Komandan Brigade Pertempuran Garuda Merah (BPGM) tanggal 5 Agustus 1947 pukul 01.00 malam baru dapat diberlakukan Cease Fire.
Diberlakukannya Case Fire tersebut, memberikan peluang politis bagi Belanda yang telah menduduki beberapa kota dan tempat termasuk kota Prabumulih. Peluang politis yang dimaksudkan adalah terhadap daerah-daerah yang telah diduduki oleh pasukan Belanda diberlakukan Dreamline van Mook, dan pemerintah Belanda dapat berunding dengan Indonesia dengan syarat RI harus menerima garis demarkasi model Van Mook. Mengingat revolusi Indonesia ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, maka tuntutan Belanda tersebut diterima dengan konsekuensinya pasukan TNI/Laskar harus ditarik ke belakang garis Van Mook.
Di Sumatera Selatan garis demarkasi meliputi :
- de Onderafdeeling Ogan en Komering Ilir
- het zuidelijk deel van de Onderafdeeling Musi Ilir en de Kubustreken, in het noorden begrends door de Air Banyuasin en de Teluk Tenggulung (beide inbegrepen), in het Westen door de pijplijn Keluang en Karang Angin, geleden van:
a. de Moesi, Pengabang en door het stroomgebeid van de Sungai Keruh, ten Westen daar van:
b. de Onderafdeeling Lematang Ulu en Lematang Ilir van de Afdeeling Palembangse bovenlanden.
c. de Onderafdeeling Ogan Ulu en het gebied van de Onderafdeeling Komering Ulu tennoorden de spoor lijn en dezilweg Baturaja-Martapura van de Afdeeling Ogan en Komering Ulu (inbegrepen) Diantara daerah-daerah yang tersebut di atas ini terdapat kantong-kantong TNI/Laskar Resimen 45 pimpinan Mayor Dhani Effendi, setelah mereka melakukan serangan balas ke Prabumulih; mengambil tempat di Mangunjaya sebagai pusat Komando, Staf Brigade Pertempuran Garuda Merah di Muara Beliti dan SUBKOSS di Lubuklinggau.
c. Psikologis
Dampak psykologis dari serangan balas tersebut, cukup dirasakan oleh pihak TNI/Lasykar bersama masyarakat dan pihak Belanda, yang masing-masing pihak mengukur dari tingkat kepentingan sendiri yaitu:
Bagi pasukan Belanda:
1. Setelah terjadi serang balas ke Prabumulih, pasukan Belanda jarang sekali melakukan gerakan di malam hari baik patroli maupun gerakan-gerakan yang lain. Kini pasukan TNI/Laskar setelah serangan balas tersebut, melaksanakan pemunduran dan mengalihkan cara perang gerilya di waktu siang atau malam seperti yang terjadi di Musi Banyuasin, Lematang, Komering, dan Ogan. Pencegatan dan penyerangan yang datang tiba-tiba telah membuat pasukan Belanda tidak tenang.
2. Pasukan Belanda sedikit banyak merasa gentar meghadapi pasukan TNI/Lasykar, walaupun mereka memiliki senjata yang lebih modern. Keberanian dan kegigihannya melawan musuh di kandang sendiri jauh lebih tinggi semangat juangnya dari pada di negeri orang lain.
3. Kewaspadaan dan keamanan pada setiap kedudukan pasukan Belanda di daerah Sumatra Selatan meningkat, karena khawatir akan terjadi lagi seperti serangan balas ke Prabumulih yang datangnya tiba-tiba.4. Memberi keyakinan pada Belanda, bahwa wibawa Pemerintah Pusat dan Markas Tinggi TNI di Yogyakarta dipatuhi di Sumatra Selatan.
Bagi pasukan TNI/Laskar :
1. Membentuk heroisme dan patriotisme yang tinggi dalam membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI.
2. Meningkatkan rasa percaya diri yang mendalam untuk membela negara dan bangsa Indonesia.
3. Menumbuhkan sikap loyal pada atasan dan soludaritas perjuangan sesama pasukan TNI dan Laskar.
4. Mengembangkan identitas diri TNI sebagai Prajurit Pejuang dan Pejuang Prajurit.
Bagi Masyarakat :
1. Memupuk kembali kepercayaan rakyat terhadap TNI/Laskar, bahwa TNI/Laskar masih kuat dan mampu melawan serdadu Belanda walaupun memiliki senjata yang terbatas.
2 Memupuk keyakinan rakyat terhadap kekuatan dan kemampuan TNI/Laskar dalam meneruskan Perjuangan Nasional.
3. Secara tidak langsung, telah mengurangi anggapan masyarakat desa bahwa Belanda sebagai bangsa yang superior.
PENUTUP
Kesimpulan
Serangan balas ke Prabumulih yang dilaksanakan oleh TNI dan Laskar yang tergabung dalam Resimen 45 Brigade Garuda Merah Pertempuran (BGM/P) pada tanggal 1 Agustus 1947, dan berhasil menduduki kota Prabumulih selama kurang lebih 5 jam.
a. Situasi
Dilaksanakan setelah 10 hari pasukan Belanda melaksanakan AMB I, yang telah melibatkan kekuatan 3 matra sekaligus dan masih dalam kondisi siap tempur.
b. Persenjataan
Tidak adanya keseimbangan kekuatan anatara peralatan tempur yang dimiliki oleh pasukan kita yang dimiliki oleh pasukan Belanda. Justru dengan keberhasilan serangan tersebut, membuktikan organisasi pasukan yang sederhana dengan persenjataan yang konvensional, mampu mengimbangi kekuatan persenjataan yang dimiliki Belanda. Oleh karena itu organisasi yang baik dan senjata yang modern yang dimiliki oleh Belanda, tidaklah mutlak harus unggul dalam setiap front pertempuran menghadapi TNI/Lasykar.
c. Kedudukan
Kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih tidak terkonsentrasi pada satu tempat, tetapi tersebar di beberapa lokasi. Resimen 45 membagi operasi penyerangan dalam 5 sektor, satu jalur penyerangan Seksi Istimewa. Jarak satu sektor ke sektor lain hanya dihubungkan dengan kurir sehingga komunikasi antar pasukan tidak lancar. Di samping itu timbul peristiwa Prajurit Abdullatif, sehingga penyerangan terpaksa dilakukan lebih awal 15 menit dari rencana semula.
d. Personil
Personil yang terlibat penyerangan tidak hanya anggota TNI dari Resimen 45 saja, tapi juga kesatuan-kesatuan lain seperti: Resimen 44 ALRI Detasemen Markas BPGM Batalyon Garuda Merah (Mayor Iskandar) dan Laskar-Laskar Rakyat (Hizbullah, Napindo, Pesindo, lain-lain). Kekuatan pasukan tersebut merupakan sisa-sisa pasukan yang dikonsulidasikan di Suban Jeriji, di Talang Kemang Tanduk dan Talang Cempaka. Konsolidasi tersebut dilaksanakan setelah semua front pertempuran (kanan-tengah dan kiri) dapat diterobos oleh pasukan Belanda. Secara psikologis pasukan-pasukan tadi mengalami kegoncangan mental yang memberi dampak terhadap kemunduran semangat juang, karena Belanda melancarkan sestem perang psy-war. Komandan serangan balas Mayor Dhani Effendi menyadari hal itu, dan untuk mengatasi masalah psikologis tadi di samping memberikan dorongan semangat kepada seluruh anggota pasukan, juga menerapkan pola kepemimpinan yang bersifat intimidasi seperti yang pernah dikatakan oleh beliau, bahwa “Pistol saya ini bukanlah untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando”.
Sumber :
Laporan Tematis yang saya buat ini bersumber pada Surat Keputusan Panglima Daerah Militer II Sriwijaya Nomor : 61 yang telah membentuk suatu kelompok kerja untuk menyusun kisah sejarah yang pernah terjadi di kota Prabumulih pada masa revolusi Kemerdekaan. Kelompok kerja dimaksud dipimpin oleh Bapak H.A Kasim Djaki Cs. Dalam rangka penulisan ini KODAM II Sriwijaya meminta bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya berdasarkan surat nomor : B/32/I/1994 tanggal 17 Januari 1994. Berdasarkan surat keputusan Rektor Universitas Sriwijaya nomor : 219RT/PT11.1.1/U/1994 tanggal 26 Januari 1994, ditunjuklah sdr. Drs. H. Ma’moen Abdullah sebagai anggota dalam kelompok tersebutLabel: Kuliah
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
0 komentar:
Posting Komentar