Manusia sejak awal kehidupannya selalu berusaha memperbaiki kemampuannya untuk menerima dan menyebarkan informasi tentang lingkungannya disamping meningkatkan kecepatan, kejelasan dan macam cara pengiriman informasi. Usaha yang dilakukan manusia tersebut dapat dilihat dari penemuan-penemuan dalam bidang elektronika komunikasi yang telah banyak mengubah cara-cara manusia berkomunikasi. Penemuan-penemuan teknologi komunikasi telah meningkatkan kapasitas komunikasi antarmanusia sehingga mampu menembus batas-batas ruang dan waktu serta status sosial yang telah menjadi penghambat selama kurun waktu berabad-abad. Selain itu, kemajuan terus menerus dalam berbagai bidang kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya telah mencapai suatu titik dimana sistem sistem komunikasi tradisional tidak lagi memadai untuk menangani kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat bagi pertukaran informasi yang cepat.
Semenjak Johann Gutenberg menemukan mesin cetak modern, disusul penemuan Radio oleh Marconi, Telepon oleh Alexander Graham Bell, Telegraf oleh Thomas Alfa Edison serta banyak lagi tokoh pionir lainnya, kegiatan komunikasi dan interaksi antarmanusia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan demi perkembangan terjadi sedemikian cepat sehingga tranformasi masyarakat dari era masyarakat industrial ke era masyarakat informasi telah selesai menjelang tahun 1930-an.
Dewasa ini, komunikasi telah memasuki zaman komunikasi massa. Zaman ini ditandai dengan banyaknya media komunikasi yang membombardir kehidupan masyarakat dan individu sampai ke dalam urusan privasi sekalipun. Sasarannya dari kehidupan bangun tidur hingga berangkat tidur kembali, dari anak sampai orang tua, dari kehidupan sumur-dapur-kasur sampai kehidupan meeting kelas tinggi. Kemampuan ini juga dibarengi dengan semakin cepatnya informasi dari seluruh dunia sebagai efek dari globalisasi informasi sehingga informasi apapun dapat diketahui oleh manusia di belahan dunia lainnya.
Globalisasi informasi dan teknologi yang terjadi sekarang ini membuat siapapun dapat dengan mudah berkomunikasi secara cepat. Apa yang terjadi di Aceh (tsunami) beberapa tahun yang lalu dengan segera dapat di ketahui oleh jutaan manusia di belahan bumi yang lain, adalah karena globalisasi itu. Terhadap fakta kecanggihan seperti itu, para ahli komunikasi menyebutnya sebagai gejala time space compression atau menyusutnya ruang dan waktu.
Dari segi kajian komunikasi maka diketahui bahwa ada dua fungsi umum dari komunikasi. Pertama, kelangsungn hidup diri sendiri.Kedua,untuk kelangsungan hidup masyarakat. [1] Fungsi-fungsi ini tidak selalu dapat dijalankan sekaligus. Salah satu diantaranya mungkin mendapat prioritas utama oleh suatu media, sehingga mengabaikan fungsi lainnya. Efektivitas individu,kelompok atau media dalam mengkomunikasikan suatu substansi ikut ditentukan oleh fungsi yang diutamakan oleh individu,kelompok atau media yang bersangkutan.
Pada dasarnya, perubahan fungsi komunikasi sejalan dengan kebutuhan dan tujuan individu serta perubahan fungsi media. Media massa misalnya, yang semula sebagai institusi pelayanan sosial (politik),kini menjadi institusi komunikasi swasta. Perkembangan ekonomi dengan persaingan sengit (berebut pasar dan iklan) membawa media massa masuk dalam industri yang meliput titik baru secara maksimal namun juga global yang tidak terlepas dari kemajuan teknologi . Implikasinya fungsi media sebagai alat komunikasi pendidikan dan informasi semakin terbatas. Dan sesungguhnya, evolusi bentuk maupun fungsi komunikasi semacam itu tidak bisa dilepaskan dari adanya penemuan internet dan difusi inovasi teknologi tersebut ke masyarakat dunia. Internet adalah suatu jaringan dari banyak jaringan yang menghubungkan komputer-komputer di seluruh dunia sehingga mereka dapat saling mempertukarkan pesan-pesan satu sama lain dan membagi akses file-file dari database komputer. Internet merupakan tehnologi yang menyambungkan miliyaran komputer di seluruh dunia sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi diantara pengguna jaringan komputer tersebut. Dengan kenyataan seperti yang disebutkan di atas, fungsi komunikasi yang awalnya murni sebagai penghubung antara pengirim pesan dan penerimanya kini melebar. Komunikasi (terutama media) selain memiliki fungsi seperti yang disebutkan di atas, meluas juga fungsinya menjadi transmisi budaya, mendorong kohesi sosial, pengawasan (kejadian di lingkungan), korelasi (antar bagian masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya) dan pewarisan sosial. Transmisi budaya maksudnya, kegiatan komunikasi saat ini telah menjadi kegiatan atau proses pergeseran nilai, dan norma budaya suatu masyarakat. Perubahan fungsi inilah yang sebenarnya yang paling banyak disoroti dewasa ini, khususnya di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Carl I.Hovland, "Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate)." [2] Dalam konteks ini, transmisi budaya terjadi karena semakin gencarnya keberadaan komunikasi massa di Indonesia yang secara langsung telah berperan dalam memasukkan nilai dan norma-norma budaya dari luar (barat) ke Indonesia dan mengubah perilaku masyarakat. Salah satunya adalah komunikasi informasi yang dibawa oleh internet dan televisi.
Komunikasi, terutama dengan perantara media adalah “lingkungan simbolik”. media tidak hanya merefleksikan kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Sehingga benar yang dikemukakan oleh Garin Nugroho, bahwa media telah menjadi dunia multikanal dalam hidup manusia. Individu yang menggunakan media (radio,televisi,internet,dll.) tanpa motivasi dan perencanaan sebelumnya lebih gampang untuk melupakan apa yang dilihatnya dan didengarnya daripada mereka yang menggunakan media dengan motivasi dan perencanaan.
Melihat media sebagai alat komunikasi massa, fenomena tersebut menjadi perhatian serius bagi kalangan pemerhati efek sosial-kultural komunikasi massa. Banyak kajian pakar komunikasi dan psikologi membuktikan pesan yang disampaikan media elektronik maupun media cetak, akan meninggalkan kesan tertentu kepada masyarakat. Malah, media elektronik dikatakan mampu mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak-anak dan remaja. Pengaruh paling kentara ada pada media elektronik,seperti melalui video, film dan televisi. Televisi misalnya, dapat memberikan satu gambaran yang diceritakan melalui suara, gambar dan gerakan karena merupakan kombinasi dua alat penerima yaitu audio dan visual. Ini menyebabkan anak-anak sangat sensitif terhadap pengaruh dari televisi. Melihat permasalahan ini, jelas sekali dampak negatif dari media elektronik sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat bahkan anak-anak dan remaja. Menurut Herb Schiller,”Bangsa barat mendominasi komunikasi melalui media dihampir semua bagian di dunia ini sehingga pada gilirannya mempunyai kekuatan pengaruh yang sangat kuat terhadap budaya dunia ketiga (negara-negara yang belum dan yang sedang berkembang). Caranya adalah dengan mengganggu dan menetapkan pandangan-pandangan mereka atas kondisi budaya lokal sehingga budaya lokal semakin rusak.” (Herb Schiller,1973:18) Komunikasi melalui media, khususnya media massa seperti film, surat kabar, web dan situs-situs informasi dari internet, komik, dan juga novel dan sejumlah media massa lainnya, umumnya diproduksi secara besar-besaran oleh orang barat, karena mereka mempunyai modal untuk melakukannya. Dilihat dari harganya pun relatif lebih murah dibandingkan dengan media lokal. Akibatnya, karena setiap hari dan setiap saat penduduk dunia ketiga terus saja menonton dan membaca hasil dan pandangan-pandangan budaya yang dilahirkan oleh budaya barat, masyarakat pun akan dengan mudah terpengaruh. Maka secara langsung ataupun tidak langsung masyarakat dunia ketiga ‘membenarkan’ atau mengadopsi pandangan dan perilaku budaya barat. Dan lebih parah lagi, budaya lokal menjadi semakin terpinggirkan, rusak, atau mungkin suatu saat akan hilang sama sekali.[3] Di Indonesia, misalnya. Kita telah merasakan akan hal itu. Anak-anak kita atau anak-anak seusia sekolah dan remaja, bahkan anak kecil di rumah kita, dalam menghadapi pergaulan dengan sesama mereka, sudah menggunakan pola budaya yng ditampilkan oleh televisi. Anggah ungguh tidak pernah dipakai lagi dalam pergaulan di antara mereka. Dalam bergaul dengan orang tua saja mereka sudah berbeda, pada saat menghadap dan berkomunikasi dengan orang tua. Anak sekarang jika berkomunikasi dengan orangtua, mereka menatap (mata) para orangtua dihadapannya, dan para orangtua pun membiarkannya karena mereka juga sudah menganggap bahwa hal itu memang sudah biasa dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya dan adab tatap menatap telah bergeser. Tidak hanya sebatas itu, sekitar dua dekade yang lalu, pola berbusana kaum hawa di Indonesia, tidak sebebas sekarang. Ini merupakan akibat dari masyarakat yang sudah mulai permissif terhadap perilaku budaya yang dikomunikasikan oleh televisi. Sekarang, pakaian setengah terbuka, pakaian yang menampakan bagian tubuh yang tidak seharusnya diperlihatkan,bahkan cenderung pornografi,sudah mulai banyak ditemukan di jalan-jalan. Pengaruh yang ditimbulkan tidak hanya bersifat individual,melainkan budaya secara keseluruhan. Pola budaya yang permissif, materialis, dan ekonomis, juga sebagian disebabkan oleh adanya komunikasi persuasif yang dilakukan oleh media massa. Melihat semua prolematika seputar komunikasi di Indonesia yang banyak terjadi akhir-akhir ini, menurut Dr.Denny Trisna, M.Psi.:“Kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri.”
Dari ungkapan itu, Saya yakin bahwa sebenarnya manusia sendirilah yang berhak memutuskan tentang peradabannya, bukan pengetahuan, teknologi atau manusia zaman lampau. Itulah yang lebih memuliakan manusia dari makhluk lainnya di muka bumi ini. Diharapkan masyarakat Indonesia baik yang berperan sebagai pengirim maupun sebagai penerima informasi, kelak dapat melihat dengan jelas batasan-batasan berkomunikasi. Mengingat tanpa batasan-bataasan itu, kebudayaan asli Indonesia dapat semakin berkurang bahkan hilang sama sekali. Sehingga kita tetap dapat mempertahankan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang kita serta mewariskannya pada keturunan kita di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung:Rosda
Dominick, Josep R.1990.Cultural Communication .New York: McGraw-Hill,hal 170 -199
Pearson C. Judy,dan Nelson,Paul E.1979.Understanding and Sharing:An Introduction to Speech Comunication.Dubuque,Iowa:
Wm.C.Brown,hal 10-11.
http://www.mitradamai.net/art-kopol.html
http://3an.blogspot.com/2005/05/reality-show-dan-nilai-kebenaran.html
http://www.idesa.net.my/modules/news/index.php?storytopic=2&start=105.html
[1]Judy C.Pearson dan Paul E. Nelson,1979.Understanding and Sharing:An Introduction to Speech Comunication.Dubuque,Iowa:Wm.C.Brown,hal 10-11.
[2]Mulyana,Deddy,2007.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: Rosda,hal 68.
[3]Dominick, Josep R, 1990.Cultural Communication .New York: McGraw-Hill,hal 170 - 199
Label: Kuliah
0 komentar:
Posting Komentar