Agenda Setting Pemberitaan Kasus Pencemaran Nama Baik
0 komentar Diposting oleh And The Story Goes di yogyakarta Kamis, Juni 25, 2009Di Indonesia sedang marak kasus pencemaran nama baik, beberapa contoh kasus pencemaran nama baik yang muncul di media adalah kasus hukum surat kabar Tempo yang diperkarakan oleh pihak PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menggugat PT Tempo Inti Media Harian beserta pemimpin redaksinya S. Malela Mahargasarie pada Oktober 2008 lalu. Terdapat tiga berita Koran Tempo yang dipersoalkan RAPP. Ketiga berita tersebut berjudul “Pertikaian Menteri Kaban dengan Polisi Memanas” yang diterbitkan Koran Tempo pada 6 Juli 2008, “Polisi Bidik Sukanto Tanoto” diterbitkan pada 12 Juli 2008, dan “Kasus Pembalakan Liar di Riau: Lima Bupati Diduga Terlibat” diterbitkan pada 13 Juli 2008. PT Tempo dan pemimpin redaksi dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik sehingga dianggap telah melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Tempo juga dianggap melakukan penghinaan sebagaimana termaktub pada Pasal 1372 KUHPerdata. Atau kasus yang baru-baru ini muncul yaitu kasus Prita Mulyasari yang dituding telah mencemarkan nama baik RS Omni Internasional Tanggerang. Prita diaanggap telah menyebabkan kerugian materill dan immateril karena menyebarkan surat elektronik (e-mail) berisi keluhan atas pelayanan Rumah Sakit tersebut. Ibu dua anak tersebut dijerat dengan pasal 310 dan 311 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Kasus penghinaan dan pencemaran nama baik akhir-akhir ini menjadi sangat akrab ditelinga masyarakat
Kasus-kasus yang berkaitan dengan institusi publik atau kasus illegal logging di hutan milik rakyat (negara) merupakan informasi yang masuk ke dalam ranah masalah publik (public issue) yang menurut Ashadi Siregar dapat diartikan secara sederhana sebagai “fakta/kejadian dalam kehidupan masyarakat yang bersinggungan dengan negara”[1].
Informasi publik tersebut sudah selayaknya diketahui oleh masyarakat untuk menjadi referensi bagi masyarakat dalam membentuk public opinion yang bisa menjadi awal dari terbetuknya sebuah kebijakan publik (public policy) oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan publik yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sebab, secara normatif masyarakat memiliki hak yang dijamin secara universal maupun
Namun dilain pihak, bukan tujuan mulia seperti di ataslah yang kemudian dijadikan tujuan utama sebuah pemberitaan yang juga menyebabkan kasus-kasus tersebut menjadi sangat kontroversial. Banyak agenda-agenda yang berdiri dibalik semua itu. Seperti yang kita ketahui, media
Pihak pertama yang memiliki andil dalam penentua tersebut adalah gatekeeper. Gatekeepers media
Terdapat tiga macam agenda, yaitu (1) Agenda Media, yaitu prioritas media dalam meliput suatu berita kejadian, (2) Agenda Publik, yaitu tingkat perbedaan penonjolan suatu berita menurut opini publik dan pengetahuan mereka, (3) Agenda kebijakan, menggambarkan berita dan kebijakan yang dikemukan oleh politikus (McQuail dan Wimdahl, 1995).
Bila kemudian kasus pencemaran nama baik tersebut dimunculakan terus-menerus, disiarkan dalam waktu yang relatif panjang atau bahkan disiarkan dalam sebuah program khusus yang mengupas tentang kasus tersebut secara detail dalam televisi, dan disajikan pada halaman muka
Karena masyarakat sebagian besar memperoleh informasi melalui media
Jika kemudian sebuah masalah seperti kasus dugaan pencemaran nama baik oleh Tempo banyak mengundang kontroversi di masyarakat, maka masalah ini akan masuk kedalam sebuah agenda politik atau agenda kebijakan (polycy agenda). Agenda ini merupakan bentuk turun tangan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam menanggapi kasus-kasus yang menjadi agenda publik seperti yang telah dijelaskan di atas. Pada beberapa kasus seperti kasus Tempo, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengusut kasus tersebut terutama pada masalah ilegall logging yang dilakukan oleh PT. RAPP. Dan pada kasus Prita, pemerintah berencana untuk meninjau ulang UU ITE terutama pada Pasal 27 ayat 3.
Daftar Pustaka
McQuail, Denis 1987. Teori Komunikasi
McQuail, Denis dan Sven Wimdahl 1995. Communication Models for the Study of Mass Communication.
[1]Ashadi Siregar.Hak-Hak Masyarakat terhadap Media Pers.Disampaikan pada SEMINAR MENUMBUHKAN KEADARAN KRITIS PUBLIK TERHADAP PEMBERITAAN PERS, Yayasan KIPPAS Medan, 11 – 12 Februari 2000
Label: Kuliah
Senja dibalik Jendela
0 komentar Diposting oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009Senja itu, dari balik jendela kulihat dirimu melangkah semakin jauh menuruni jalan dengan kaki telanjang lalu lenyap ditelan kabut yang seperti tiba-tiba saja mengendap aku sendiri saja di dalam kamar, tak ingin menjadi bagian waktu di luar jendela kulihat senja, semburat cahaya membuat rambutmu tampak keemasan seseorang memanggilmu, yang kemudian ku tersadar suara itu datang dari dalam hatiku selalu seperti mimpi jika memandang senja selalu seperti dirimu yang menciumi mawar tanpa mau memetiknya "tempat terindah untuk mawar adalah batangnya" katamu dulu, nun masa yang lalu masa yang mengapa harus saja berlalu(Pea)
Label: Poetry
Di sebuah jalan yang berkabut
aku mencarimu yang menunggu di seberang laut
Di sebuah jalan yang berkabut
ada rindu yang membadai
menciptakan harap tuk menggapai
di sebuah jalan yang berkabut
khayal meraja
aku menemukan kita
bahagia(pea)
Label: Poetry
Komunikasi Tradisional
0 komentar Diposting oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2007
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak pakar yang menilai bahwa komunikasi merupakan hal yang fundamental bagi kelangsungan hidup manusia. Komunikasi sangat mutlak diperlukan untuk menjalin hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan erat dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, di mana manusia selalu memiliki hasrat untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya diakui oleh hampir semua agama dan telah ada sejak zaman Adam dan Hawa.
Sifat manusia untuk selalu menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan wujud awal keterampilan manusia dalam berkomunikasi. Keterampilan ini dimulai dengan komunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.
Tidak ada data autentik yang menyebutkan kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hanya saja diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan adalah suatu peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Kemampuan ini kemudian berkembang menjadi kemampuan untuk berkomunikasi dalam mengutarakan pikirannya secara tertulis.
Pada perkembangan yang lebih jauh lagi, usaha-usaha manusia untuk berkomunikasi terlihat dalam berbagai bentuk kehidupan mereka di masa lalu. Mereka mendirikan tempat-tempat pemukiman di daerah aliran sungai dan tepi pantai untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan daerah luar dengan menggunakan perahu, rakit, atau sampan. Cangara (2007:4) menambahkan bahwa pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang. Penduduk Asia Tenggara bertani dan mengarungi samudera dengan membaca lambang-lambang isyarat melalui gejala alam, seperti posisi bintang dan gerakan air laut. Selain itu masyarakat Sumeria dan Mesopotamia yang menuangkan tulisannya dalam lempengan tanah liat, kulit binatang, dan batu arca.
Berbagai bentuk kehidupan manusia di masa lampau tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk komunikasi, yaitu komunikasi tradisional yang merupakan generasi pertama dari berbagai bentuk komunikasi yang kita kenal sekarang. Pada masa itu sebagian besar masyarakat berkomunikasi menggunakan cara tradisional dan melalui media yang masih bersifat tradisional pula, sehingga cara komunikasi semacam itu disebut sebagai komunikasi tradisional.
Bertolak dari bermacam peristiwa di masa lampau tersebut, terbukti bahwa komunikasi tradisional merupakan titik awal yang membangun cerita mengenai perjalanan komunikasi manusia yang sebenarnya telah ada sejak zaman Yunani Kuno dalam bentuk tradisi retorika. Komunikasi tradisional menjadi cikal bakal perkembangan komunikasi manusia yang sangat berperan dalam pengembangan komunikasi ke arah yang lebih modern.
Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, komunikasi tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat zaman modern. Oleh karena itu pemahaman mengenai komunikasi tradisional sangat diperlukan mengingat komunikasi tradisional merupakan salah satu unsur penting dalam perkembangan komunikasi manusia. Pembahasan mengenai komunikasi tradisional akan dibahas secara lebih rinci pada bab selanjutnya.
Pada era modern dimana komunikasi tradisional sudah mulai tersisihkan, pemahaman mengenai peranan dan esensi komunikasi tradisional sangat diperlukan, terutama bagi para pembelajar ilmu komunikasi. Makalah ini disusun guna membahas secara lebih detail peranan dan esensi komunikasi tradisional yang meliputi segala macam bentuknya, media komunikasi yang digunakan, kelebihan serta kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.
Pada zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan, namun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan komunikasi tradisional, misalnya masyarakat pedesaan di daerah Bali.
Peranan dan Manfaat Komunikasi Tradisional
Pada zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan, upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada masyarakat tertentu. Komunikasi sebagai bagian dari tradisi memiliki perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Komunikasi tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Komunikasi tradisional mempunyai dimensi sosial, mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan bersama. Dengan demikian, komunikasi tradisional merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Tradisional
· Lambang Isyarat
Pada awalnya, orang menggunakan anggota badannya untuk berkomunikasi "bahasa badan" dan bahasa non-verbal. Contohnya dengan gerak muka, tangan, mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat sederhana.
· Simbol
Simbol-simbol dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina, yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.
· Gerakan
Gerakan-gerakan dalam semaphore yang dilakukan untuk menyampaikan sebuah pesan/informasi maupun gerakan-gerakan dalam tarian yang bertujuan menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-bentuk komunikasi tradisional yang menggunakan gerakan.
· Bunyi-bunyian
Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda bahaya yang disampaikan dengan sirine atau kentongan.
Media Komunikasi Tradisional
· Kentongan
Kentongan sebagai media komunikasi tradisional masih memegang peranan yang cukup penting terutama di daerah-daerah. Walaupun di masa sekarang ini telah terjadi perkembangan teknologi yang cukup pesat, namun kentongan masih memiliki banyak kegunaan, misalnya di bidang keamanan (sebagai sarana ronda malam) dan bidang informasi (sebagai petunjuk waktu yang dipukul setiap jam dan sarana menginformasikan berbagai peristiwa yang terjadi, seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
· Kulkul
Kulkul merupakan alat komunikasi tradisional yang terdapat di Bali. Kulkul biasanya dipergunakan sebagai tanda panggilan kepada warga untuk berkumpul.
Kulkul adalah alat bunyi yang pada umumnya terbuat dari kayu dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali, kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong". Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari kekuatan magis yang akan ditanamkan pada alat tersebut. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan untuk memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit…. dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah Kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusia adalah Kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusia. Kulkul Manusia terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-Sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan Kulkul Manusia lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.
Fungsi Kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali pada umumnya melakukan pertemuan rutin warga setiap sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara Kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi Kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara Kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya untuk menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, gerhana bulan dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal-hal yang disebutkan di atas terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali melibatkan kulkul sebagai alat komunikasi. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
· Cerita Rakyat
William R. Bascom (dalam Nurudin,2005:115) mengemukakan fungsi-fungsi dari folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system )
2. Sebagai pengesahan atau penguat adat.
3. Sebagai alat pendidikan ( pedagogical device )
4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Sebagai sistem proyeksi, folklor menjadi proyeksi angan-angan atau sebagai alat pemuasan impian (wish fulfilment) masyarakat yang termanifestasikan dalam bentuk dongeng. Contohnya dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih.
Cerita Nyi Roro Kidul di Yogyakarta dapat memperkuat adat (bahkan kekuasaan) raja Mataram. Seseorang harus dihormati karena mempunyai kekuatan luar biasa yang ditunjukkan dari kemampuannya dari kemampuannya memperistri mahluk halus.
Cerita Katak yang Congkak merupakan alat paksaan dan pengendalian sosial terhadap norma atau nilai masyarakat.
· Seni Drama dan Tari (Sendratari)
Sendratari yang dikembangkan di Bali antara lain Arja. Pertunjukan ini biasanya dimulai pada tengah malam oleh pelaku-pelaku yang memainkannya dengan jenaka. Cerita-cerita Arja yang pada dasarnya mengungkapkan tema romantis itu juga menyinggung permasalahan hangat sehari-hari, yang secara komunikatif dapat menggali kesadaran masyarakat mengenai berbagai hal.
· Upacara Rakyat
Upacara Rakyat seringkali digunakan untuk memperkuat adanya cerita rakyat. Salah satu contohnya upacara Labuhan (sesaji kepada makhluk halus) yang memperkuat cerita rakyat mengenai makhluk lain selain manusia. Contoh lain, sedekah laut di daerah Cilacap yang digunakan untuk menghormati Nyi Roro Kidul dengan memberikan sesaji.
· Wayang
Wayang merupakan salah satu media komunikasi yang biasanya
digunakan sebagai sarana hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai sarana hiburan wayang menyajikan berbagai cerita yang bersifat menghibur. Sebagai sarana pendidikan wayang menyajikan cerita-cerita yang sarat makna dan memberikan berbagai pelajaran bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai media pembelajaran anak-anak menggunakan media-media tradisional salah satunya dengan wayang.
Selain itu wayang juga berfungsi sebagai media sosialisasi pada masyarakat. Wayang digunakan sebagai alat untuk mensosialisasikan berbagai persoalan-persoalan dalam masyarakat agar mudah dimengerti dan dicari jalan keluarnya. Penggunaan wayang sebagai alat komunikasi tradisional dinilai efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Salah satu contoh nyatanya, tanggal 14 Desember 1977 di Kota Bandung pernah digelar pertunjukan wayang golek yang mengangkat tema Keluarga Berencana. Pertunjukan ini bertujuan untuk mensosialisasikan program Keluarga Berencana kepada masyarakat
Dalam pertunjukan ini, proses komunikasi sangat didukung dan ditentukan oleh dalang yang berperan sebagai pribadi kepercayaan yang berdialog dan mengetahui tanggapan penonton dalam waktu seketika. Dalang dalam hal ini bertindak sebagai saluran penerangan dan sumber motivasi. Bersama jurukawih yang melantunkan suara dengan pemilihan kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati penonton serta wiraswara yang ketanggapannya diperlukan dalam berdialog untuk menghidupkan percakapan, ketiganya memegang peranan penting dalam membawakan misi menggalakkan Program Keluarga Berencana
Intinya, pertunjukan wayang sebagai salah satu media komunikasi tradisional memberikan gambaran nyata yang lebih mudah dicerna dan dimengerti, serta memberikan sentuhan tersendiri (yang mungkin lebih dalam) pada hati nurani masyarakat yang menyaksikannya.
· Burung Merpati
Burung merpati merupakan media komunikasi tradisional setelah manusia mengenal tulisan serta kebudayaan berkirim surat, sebelum munculnya jasa pos. Surat yang ditulis tersebut akan dipasang pada kaki burung merpati yang telah dilatih sebelumnya oleh si pengirim, untuk disampaikan kepada orang yang dituju. Pengiriman surat dengan jasa burung merpati banyak ditemukan pada masa kerajaan di Indonesia.
Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Tradisional
Keberadaan komunikasi tradisional yang media-medianya biasa dipertukarkan dengan seni tradisional atau seni pertunjukan, menjadikan bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti oleh komunitas sasarannya. Hal itulah yang membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan.
Pengalaman-pengalaman yang ada menunjukkan bahwa media kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat. Namun demikian media-media kesenian tersebut tetap harus dikemas dengan baik dan menarik. Buktinya, saat ini media modern seperti televisi seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Ini menunjukkan kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang lebih luas. Karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif dan kalah bersaing dengan media komunikasi modern yang lebih canggih.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi tradisional pada dasarnya merupakan proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat, sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara-cara yang sederhana mulai luntur dan jarang digunakan, walaupun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakannya.
Pada zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan, upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada masyarakat tertentu. Komunikasi tradisional memiliki manfaat penting dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Sedangkan peranan komunikasi tradisional ialah sebagai dimensi sosial, yang mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan bersama.
Bentuk-bentuk komunikasi tradisional dapat kita lihat dalam penggunaan lambang isyarat, simbol-simbol, gerakan-gerakan, dan bunyi-bunyian. Sedangkan media yang banyak dipergunakan ialah kentongan, kulkul, cerita rakyat, seni drama dan tari (sendratari), upacara rakyat, wayang, dan burung merpati.
Media komunikasi tradisional biasa dipertukarkan dengan seni yang menjadikan bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti. Hal tersebut membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan. Pada dasarnya media kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat hingga detik ini. Hanya saja media-media kesenian tersebut harus dikemas dengan baik dan menarik. Seperti yang banyak dilakukan media modern televisi belakangan ini, yang seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Hal ini menunjukkan kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media modern.
Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang luas, dan karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif.
Saran
Komunikasi tradisional layak dilestarikan sebagai salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam sejarah pekembangan komunikasi manusia. Keberadaannya dalam berbagai seni tradisional dan seni pertunjukan hendaknya dihormati dan dilestarikan, diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga tidak hilang begitu saja di tengah arus modernisasi.
Penyampaian pesan yang mudah ditangkap dan dicerna oleh masyarakat yang menyaksikan atau mengalaminya menjadi dasar yang sangat kuat untuk mempertahankan bentuk dan media komunikasi tradisional. Namun demikian, bentuk dan media tersebut hendaknya tidak digunakan dengan cara-cara yang tetap konvensional. Perlu kita sadari bahwa masyarakat kita telah dan akan selalu mengalami perubahan. Penggunaan media tradisional di masa ini harus diselaraskan dengan kondisi masyarakat di masa ini pula. Penyelarasan tersebut tergantung dari kebutuhan mereka, bagaimana mentalitas dan pola pikir mereka, harapan-harapan mereka, serta realitas-realitas sosial yang ada di lingkungan sekitar mereka saat ini. Hal- hal tersebut secara otomatis membentuk sasaran baru yang menjadi target komunikasi tradisional.
Bukan tidak mungkin menggunakan bentuk dan media komunikasi tradisional di masa sekarang. Pembaruan dan penyegaran media yang digunakan, serta asimilasi dengan teknologi-teknologi modern bisa mempertahankannya, bahkan membuatnya lebih menarik dan diminati banyak orang. Kalau bukan kita yang memulai dan mempertahankannya, siapa lagi?
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dahlia, Silvana. Kulkul Alat Komunikasi Tradisional Masyarakat Bali. Up-dated by:8 November 2007. Archived at: http://elvrace.multiply.com/journal/item/26.
Effendy, Onong Uchjana. 1986 .Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.
Macbride, Sean. 1983. Aneka Suara, Satu Dunia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2005. Sistem K omunikasi Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Susanto, Astrid S. 1977. Komunikasi Kontemporer. Bandung: Binacipta.
Situs :
Label: Kuliah
Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947
0 komentar Diposting oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009Serangan kilat (Blitz Kreig) serdadu Belanda yang dilancarkan terhadap Republik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I dengan mudah dapat menerobos pertahan kita di segala front waktu itu. Akhirnya Belanda berhasil merebut beberapa lokasi dalam daerah kekuasaan Reublik Indonesia di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
TNI/Laskar segera melaksanakan strategi penarikan pasukan ke garis belakang dengan melakukan bumi hangus, pembuatan rintangan dan pemasangan ranjau. Sementara gerakan mundur dilakukan pasukan TNI/Laskar segera mengadakan konsolidasi kedudukannya untuk melancarkan perlawanan secara gerilya.
Pasukan Belanda kian gencar menguasai wilayah-wilayah yang ada di Sumatera Selatan terutama daerah-daerah yang sumber daya alam (tambang minyak, batubara dan perkebunan) yang merupakan sumber devisa negara dan vital bagi kepentingan militer.
Dari kota Palembang Belanda terus bergerak menuju kota Bengkulu, Jambi, Lampung hingga ke front-front pertahanan TNI/Laskar hingga radius 20 KM yang sebelumnya masih di kuasai oleh pasukan kita sebagai pertahanan.Wilayah-wilayah tersebut termasuk tanggung jawab Brigade Pertempuran Garuda Merah yang berkedudukan di Prabumulih di bawah pimpinan Kolonel Bambang Utoyo. Brigade Pertempuran Garuda Merah membawahi Resimen 44 dan Resimen 45, Resimen 44 di bawah pimpinan Mayor Rayad Nawawi sedangkan Resimen 45 di bawah pimpinan Mayor Dhani Effendi. Daerah Prabumulih dan sekitarnya termasuk Mangun Jaya di bawah tanggung jawab Resimen 45.
Tepat pada jam 06.00 pagi tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda melancarkan serangan dengan mengerahkan Pesawat Pembom B.25, Pesawat Mustang, Howitser, Mortir 8 inci, Panser dan anggota pasukan infantri bergerak menghancurkan semua front pertahanan TNI/Laskar. Setelah front tengah dapat dipatahkan, maka dengan cepat pasukan Belanda bergerak ke Prabumulih, dan tepat pukul 15.00 WIB kota itu dapat diduduki. Perlawanan yang di berikan Detasemen 45 dapat dilumpuhkan oleh Belanda, dan akhirnya Komandan Resimen beserta staf mengundurkan diri bergerak menuju ke Suban Jeriji.
Dengan jatuhnya kota Prabumulih ke tangan musuh yang di sebabkan adanya kekosongan kekuatan mengingat saat itu sebagian besar pasukan kita di Prabumulih tengah berangkat kesemua front, telah berdampak secara psychologis meruntuhkah mental juang TRI/Laskar. Berdasarkan pertimbangan Resimen 45 dan staf, kota Prabumulih harus diserang kembali walaupun serangan itu sebagai serangan bunuh diri (Kamikaze).
Setelah anggota pasukan Detasemen Markas BPGM berhasil di Modong, maka mereka kembali ke induk pasukan yang telah mengundurkan diri ke Suban Jeriji. Demikian pula setelah pertahanan tengah dapat dipatahkan oleh Belanda, maka terpaksa + 220 anggota pasukan di bawah pimpinan Kapten Wahab Sarobu, dari dusun Parit bergerak ke Talang Niru dan akhirnya bergabung dengan induk pasukan Resimen 45 di Talang Kemang Tanduk dan Cempaka. Setelah melakukan konsolidasi pasukan kemudian diadakanlah rapat kilat antar anggota staf dan para komandan yang menghasilkan kata sepakat untuk menyerang balas kota Prabumulih di bawah pimpinan Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi.
Sehubungan dengan rencana tersebut, maka disusunlah struktur organisasi penyerangan sebagai berikut :
1. Staf :
a. Komandan : Mayor Dhani Effendi
b. Kepala Staf : Kapten Mahyudin
c. Pa. Inteligen : Letnan R. Itehd.
Pa. Operasi : Letnan Nurdine.
Pa. Logistik : Letda Ibrachim Nasution
2. Kesatuan Penyerang
a Sektor I : Dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dengan anggota pasukan dari Front Tengah.
b. Sektor II : Dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakil D. Silitonga.
c. Sektor III : Dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar dengan anggota pasukan PT (Polisi Tentara) dan pasukan dari front lain.
d. Sektor IV: Dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dengan wakilnya Vandrig Kasim Djaki dengan anggota pasukan yang berasal dari Kawal Detasemen 45 beserta anggota pasukan dari front lain.
Jumlah angota pasukan yang telah dipersiapkan untuk operasi serangan balas ini + 1100 orang. Jumlah tersebut nampaknya cukup memadai untuk menghadapi kekuatan pasukan Belanda yang telah menduduki kota Prabumulih. Sementara pasukan Belanda diperkirakan 1 kompi Angkat Darat plus Angkatan Udara yang setiap waktu dapat didatangkan dari pelabuhan udara Talang Betutu dan kekuatan Panser beserta Tank-baja yang sewaktu-waktu dapat didatangkan dari Karang Endah. Sementara senjata yang digunakan oleh TNI/Lasykar beratus-ratus senapan Kecepek, Stand Gun, Brend, LE, Hambuerg, Terny, Juky Kanju, Granat, Golok, ratusan bambu runcing dan termasuk senjata andalan Kikangho 12,7 mm. Perencanaan dan persiapan operasi ke Prabumulih, merupakan dasar pemikiran yang sangat mendasar sehingga perlu di pertanyakan. Mengapa Komandan Resimen 45 beserta para komanadan mengambil kebijakan untuk melakukan serangan balas ke Prabumulih, tidak ke Palembang atau ke kota lain.
Hal ini bukan merupakan hal yang mustahil. Dipilihnya kota Prabumulih tentu saja karena ada faktor-faktor yang mengacu kepada kepentingan militer, politik maupun psikologis. Asumsi dasar pemikiran tersebut tidak dapt terlepas pada tingkat kepentingan :
- Politik
Serangan balas ke Prabumulih diharapkan akan menjadi tonggak kekuatan dalam setiap perjuangan diplomasi di pusat maupun di daerah. Hal ini akan memberikan pengaruh yang tidak kecil, di mana Prabumulih merupakan daerah yang vital secara ekonomis yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda untuk tujuan-tujuan politis.
- Militer
Kota Prabumulih adalah termasuk wilayah tanggung jawab Pertahanan dan Keamanan Resimen 45 yang di dalamnya bermarkas Brigade Pertempuran Garuda Merah. Apabila dilihat dari keseluruhan pasukan Belanda di pedalaman waktu itu, pasukan Belanda di Prabumulih termasuk pasukan terbesar untuk menghadapi pasukan TNI/Laskar. Selain itu juga untuk membuktikan kepada Belanda bahwa TNI/Laskar dengan kekuatan persenjataan terbatas yang masih konvensional sanggup menyerang kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih yang memiliki struktur organisasi dan persenjataan yang modern.
3. Psikologis
a. Eksternal
Diharapkan akan meyakinkan pemerintah Belanda, bahwa gezag (wibawa) pemerintah pusat dan markas tinggi TNI terutama instuksi-instruksi dari panglima besar Jenderal Sudirman dengan segala ordernya, masih tetap dipatuhi oleh daerah-daerah yang ingin membuktikan bahwa perjuangan melawan agresi militer Belanda I tidak hanya di Pulau Jawa saja, tapi juga perjuangan melawan Belanda terjadi di Sumatera Selatan.
b. Internal
Memberikan dorongan semangat juang dan kejuangan kepada anggota kesatuan lain, serta menimbulkan kembali kepercayaan rakyat kepada TNI/Laskar yang masih sanggup berada di garis depan. Tujuan mulia dan perjuangan bangsa harus menjadi milik seluruh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Asumsi dasar pemikiran tadi, nampaknya menjadi dasar timbulnya semangat tempur anggota-anggota pasukan penyerang, sehingga keputusan untuk serangan balas Prabumulih sebagai alternatif yang tak dapat diganti dengan kebijakan yang lain. Untuk merealisir tujuan itu tidaklah mudah, sebab walaupun konsentrasi kekuatan Belanda terbesar di Prabumulih, namun kedudukan pasukan Belanda tidak hanya di satu tempat saja tetapi tersebar secara sporadis di : eks. Kantor Komandan Brigade ; eks. Kantor Kepala Staf Brigade ; tempat kediaman Komandan BPGM ; eks. Tempat kediaman Komandan Resimen 45 ; Markas Angkutan Darat (sekarang) ; Kantor Penerangan BPGM dan Gudang ; eks. Asrama Detasemen ; Asrama CPM (sekarang) ; Stasion Kereta Api Prabumulih ; Rumah Tuan Cila ; dan Rumah Tuan Van Der Wyck.
Sesuai dengan keadaan inilah maka pasukan TNI/Laskar menyerang pasukan Belanda yang terbagi menjadi beberapa sektor.
PELAKSANAAN OPERASI
- Tahap Infiltrasi
Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendy bertanggung jawab penuh dan langsung terhadap berhasil tidaknya rencana serangan ke Prabumulih. Perencanaan dan persiapan operasi penyerangan telah disusun dalam suatu rencana operasi yang berskala waktu dan bersifat sektoral. Efektifitas dan efisiensi penyerbuan lebih ditekankan pada gerak yang mendadak, sehingga daya kejut, daya tembak dan daya serang dalam pelaksanaan penyerbuan memegang peranan penting. Kendati serangan ini hanya bersifat kependudukan sementara sehingga berhasil tidaknya serangan tersebut bukanlah secara mutlak bergantung pada rencana operasi, daya dukung alat-alat tempur, cuaca, medan dan musuh saja, tetapi yang lebih penting adalah kemapanan mental anggota pasukan. Komandan Resimen 45 selaku Komandan serangan balas menyadari betul hal tersebut, sehingga beliau berupaya membekali mental juang personil agar memiliki keyakinan. Ada beberapa point yang diberikan beliau kepada anggota pasukan pada waktu itu :
- Kita harus menyerang Prabumulih untuk tujuan politik
- Dengan kepergian kita ini, mungkin ada diantara kita yang tidak kembali lagi, namun kita akan melakukan perjuangan bangsa mempertahankan Republik Indonesia
- Walaupun serangan ini adalah serangan bunuh diri dengan menggunakan senjata apa saja, Prabumulih harus kita duduki dan serangan harus kita lakukan.
- Tiada kekuatan apapun yang dapat mencegah, kecuali Allah Yang Maha Pengasih menghendaki yang lain
- Pistol saya ini bukan untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando
- Ada kekasih ada Negara dan ada Negara ada kekasih, namun yang diutamakan adalah kepentingan Negara.
Sesuai dengan rencana setelah amanat disampaikan maka tepat jam 14.00 tanggal 26 Juli 1947 pasukan TNI/Laskar mulai bergerak menuju kota Prabumulih. Perjalanan dari Suban Jeriji ke Talang Kemang Tanduk memakan waktu dua hari satu malam, suatu lokasi sebagai tempat persiapan karena letaknya cukup strategis dan aman. Tempat ini juga dijadikan titik temu pemunduran anggota pasukan dari segala front. Di samping itu tempat tersebut merupakan jalan pendekat utama ke garis awal antara Talang Bandung dengan kota Prabumulih.
Pada tanggal 31 Juli 1947 jam 23.00 anggota pasukan sudah berada di daerah persiapan, di mana kompi Lettu Yahya Bahar di lambung kiri untuk melakukan serangan dan anggota pasukan Detasemen Markas yang dipimpin oleh D.Silitonga berada di seberang jalan di depan kantor eks. Kantor Panglima Brigade. Pasuka senjata berat Kikangho 12,7 mm dipimpin oleh Sersan Dua Oemar. Dalam regu ini prajurit pembantu Abdullatif bergabung dan ditempatkan di Simpang Tiga untuk menjangkau semua tempat yang menjadi sasaran penyerangan. Gerakan pengepungan dilakukan secara hati-hati tanpa suara agar mereka tidak diketahui oleh Belanda.
Menjelang tengah malam semua anggota pasukan kita telah menempati posisi masing-masing dalam keadaan siap-siaga. Tinggal beberapa detik lagi menjelang pukul 00.00 semua pasukan beserta peralatan telah siap mengepung kubu musuh, dan Kapten Abdul Haq telah berangkat menuju peledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai (di rel Kereta Api + 500 meter kearah Muara Niru). Di saat-saat menantikan ledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai, tiba-tiba terdengar jeritan serdadu Belanda kesakitan (menurut perkiraan, serdadu Belanda yang ingin buang air kecil di tepat di depan posisi Abdullatif yang sedang bersembunyi, langsung di tusuk dengan bambu runcing oleh Abdullatif) yang disusul tembakan otomatis sekitar pukul 00.45 WIB, lebih awal dari ketentuan semula. Dengan kata lain, serangan pasukan kita lebih awal 15 menit karena adanya peristiwa Abdullatif yang dikencingi oleh serdadu Belanda dan langsung menusukkan bambu runcing kepada serdadu tersebut. Jeritan kesakitan serdadu Belanda itu telah memaksa para penjaga serdadu Belanda menembakkan senjata mereka ke udara yang telah membuat situasi berubah, yang mendengar suara tembakan tersebut, sehingga semua komandan pasukan kita mengomandokan pasukan masing-masing untuk melakukan serangan.
b. Tahap Eksploitasi
Pertempuran jarak dekat berlangsung antara anggota pasukan kita dengan serdadu Belanda, di mana pasukan kita yang dibantu oleh tembakan gencar senjata berat dan senjata lainnya untuk merebut dan menduduki sasaran-sasaran yang ditentukan.
- Sektor I
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dan sasaran utama ditujukan pada dua tempat sehingga pasukan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menyerang di lapang bola kaki, sedangkan kelompok lain harus menyerang musuh di Kantor Angkutan Darat AD (sekarang). Penyerangan dengan taktik kepung yang memaksa serdadu Belanda tidak dapat bertahan lama pada kedua tempat itu sehingga pasukan kita dapat mendudukinya.
- Sektor II
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakilnya D. Silitonga yang bertugas menyerbu eks. Kantor Panglima BPGM dan eks. Kantor Staf BPGM. Serbuan yang serba mendadak dengan mengandalkan senjata Kikango 12,7 mm. Telah menciptakan suasana panik diantara serdadu Belanda, mereka pontang panting keluar rumah lari ke lapangan tennis di belakang kantor tersebut. Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi sendiri ikut dalam sektor ini dan aktif mengikuti jalannya peperangan sambil memberikan komando pada sektor lain. Setelah pasukan kita memasuki gedung-gedung tersebut selama + 5 jam, tiba-tiba terdengar tembakan beruntun dari tank-tank Belanda yang datang dari arah pasar. Pasukan Belanda semakin dekat jaraknya dengan pasukan kita sehingga tepat pukul 06.00 tanggal 1 Agustus1947, sesuai dengan komando Komandan Resimen 45 memutuskan pertempuran.
- Sektor III
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar yang ditugaskan untuk menduduki eks. Kediaman Panglima BGM/P (sekarang menjadi Yon Zipur), yang letaknya tidak begitu jauh dari eks. Kantor Komandan Brigade. Kompi ini termasuk kompi yang utuh baik dilihat dari segi personil maupun persenjataanya. Pengalaman bertempur di Payakabung telah membuat kompi ini mampu menyerang secara efektif dengan daya serang yang cukup tinggi, sehingga ketika penyerangan dilakukan di eks. Rumah Komandan Brigade dapat diduduki oleh pasukan kita meskipun serdadu mempertahankannya mati-matian. Setelah berhasil menduduki tempat tesebut, pasukan ini akhirnya mendengar perintah dari Komandan Resimen 45 untuk memutuskan pertempuran dan kembali bergerak menuju titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya.
- Sektor IV
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Winarto (Polisi Tentara) dengan sasaran utama adalah Asrama Militer Polisi, Rumah Dinas PJKA, SD Pertamina dan Stasiun Kereta Api Prabumulih dan dibantu oleh sektor V. Pertempuran berlangsung dengan sengit antara kedua belah pihak, sehingga adakalanya terjadi kontak senjata jarak dekat di sela-sela dinding rumah. Tekanan yang dilakukan oleh pihak TNI/Lasykar mengakibatkan pihak Belanda berada dalam posisi kurang menguntungkan dan sekaligus berdampak gugurnya enam orang di pihak kita dan tujuh orang di pihak Belanda. Tetapi stasiun Kereta Api tidak dapat direbut mengingat kuatnya pertahanan Belanda.
- Sektor V
Sektor V dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dan terkadang dipimpin oleh Vandrig Kasim Djaki. Tugas yang diemban sektor ini adalah melakukan sabotase pada semua sarana perhubungan /komunikasi yang digunakan oleh Belanda di Prabumulih supaya tidak mendapat bantuan dari luar sekaligus membantu sektor IV merebut stasiun Kereta Api, menduduki rumah Tuan Cilla dan rumah Tuan Van Der Wyek. Serangan yang dilakukan oleh sektor ini terlambat karena menunggu ledakan dinamit sebagai dimulainya serangan,padahal peperangan telah dimulai 15 menit sebelumnya. Tepat pukul 06.00 sektor ini diperintahkan untuk memutuskan pertempuran dan menuju titik kumpul dengan kejaran Pesawat Pembom B.25 Mitchell dan Helikopter oleh serdadu Belanda dari Bandara Talang Betutu.
- Sektor Pasukan Berdiri Sendiri
Sektor ini dipimpin oleh Vandrig S. Toyib dengan kekuatan satu seksi dengan tugas mengganggu/menghambat gerak maju pasukan Belanda pada route-route yang akan dilalui mereka di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Ketika Panser Belanda datang pada pukul 05.30 WIB, maka anggota pasukan ini bersembunyi dipinggir jalan yang kemudian menyerang, sehingga menyebabkan sebuah Panser terbakar beserta tiga orang personilnya. Sedangkan dipihak kita, satu orang yang bernama Asri menjadi korban.
c. Tahap Konsolidasi
Tanggal 1 Agustus 1947 pukul 00.45 WIB pertempuran di kota Prabumulih berlangsung dengan sengit yang telah berhasil memukul pasukan Belanda mundur dari kedudukannya. Tepat pukul 06.15 semua pasukan yang menduduki semua sasaran sektor yang ditentukan memutusakan pertempuran dengan Belanda dan mulai bergerak menuju titik kumpul (konsolidasi) di desa Negeri Agung. Setelah mengadakan konsolidasi, semua pasukan bergerak ke Lubuk Batang yang kebetulan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri dan bersama-sama merayakannya dengan suka cita di dusun ini dan seksi Sersan Mayor Toby Gazoli yang tadinya bertugas mempertahankan dusun Tanjung Rambang bergabung kembali. Setelah itu anggota pasukan meninggalkan Lubuk Batang bergerak ke kota Martapura.
Pada saat melakukan gerakan ke Martapura, ternyata dusun Tambangan Rambang telah diduduki Belanda sehingga terjadi kontak senjata tanpa memakan korban. Setelah pasukan tiba di Martapura mereka disambut oleh Mayor Arif yang mewakili Komandan BGH (Brigade Garuda Hitam), selanjutnya dengan Kereta Api bergerak ke Tanjung Karang. Setelah itu Resimen 45 ditugaskan kembali ke front depan dan pasukan Abdul Haq di front Banten sementara pasukan yang dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu di front Gillas dan Markas Komando 45 tetap berada di Martapura. Setelah dua bulan bertugas di daerah ini, seluruh anggota pasukan pindah ke Lubuk Linggau atas instruksi Komandan Markas BPGM.
Sesampai di Lubuk Linggau Komandan Resimen 45 memberikan laporan kepada Panglima BPGM (Kol. Bambang Utoyo) mengenai kegiatan yang pernah dilakukan oleh Resimen 45 di Payakabung, Modong, Prabumulih, kegiatan di front Gillas dan front Banten. Khusus mengenai Serangan Balas Prabumulih dilaporkan pada Panglima sebagai berikut :
- TNI/Laskar : 60 orang lebih gugur dan 200 orang lebih hilang.
- Pasukan Belanda : 40 orang lebih gugur dan 80 orang luka berat dan ringan. ( sumber ada pada dokumen MABES AD di Jakarta).
Dampak Serangan Balas ke Kota Prabumulih
a. Militer
Keberhasilan dalam serangan balas ke Prabumulih telah membuktikan semangat juang dan kejuangan yang dimiliki TNI dan Lasykar meskipun di pihak Belanda sendiri memiliki persenjataan yang lebih modern dan organisasi pasukan yang lebih baik. Meskipun banyak korban di pihak kita, namun peristiwa tersebut justru menimbulkan efek positif bagi perjuangan bangsa, yakni :
- Selama 3 x 24 jam setelah pertempuran di Prabumulih selesai, Komandan Resimen 44 BPGM Mayor Rasyad Nawawi berkunjung kepada Mayor Dhani Effendi untuk minta petunjuk tentang langkah-langkah yang patut diambil setelah keberhasilan serangan balas.
- Pengalam tempur TNI/Laskar yang tergabung dalam Resimen 45/BPGM makin bertambah sehingga pengalaman tersebut menjadi modal dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II
- Dengan adanya serangan balas ke Prabumulih, terjadi pergeseran taktik perang yang tadinya bersifat frontal beralih menja sistem gerilya yang menguntungkan pihak kita.
- Mengingat sistem pertempuran sudah beralih ke sistem gerilya, sementara kondisi Sumatera Selatan 95 % terdiri dari hutan, maka pada Agresi Militer Belanda II ruang gerak pasukan kita tidak hanya terbatas pada kota-kota saja.
b. Politis
Setelah Agresi Militer Belanda I dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947 pukul 06.00, mendorong Panglima Besar APRI memberikan istruksi pada hari itu juga pukul 10.00, agar seluruh pasukan TNI dan Laskar mengadakan perlawanan di semua tempat demi mempertahankan negara dari Agresi Militer Belanda. Berdasarkan instruksi tersebut, BPGM termasuk Resmen yang serentak melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Pertempuran-pertempuran yang terjadi di setiap daerah kepulauan Indonesia termasuk serangan balas ke Prabumulih, mendukung usaha diplomasi pemerintah pusat di forum Internasional, yang pada akhirnya Dewan Keamanan PBB bersidang pada tanggal 31 Juli 1947 dan mengeluarkan Nota Nomor 173 yang berisi : mendesak agar kedua belah pihak segera menghentikan tembak-menembak dan kemudian mengadakan perundingan untuk menyelesaikan persengketaan yang sedang berlangsung. Sebagai tindak lanjut dari resolusi DK-PBB itu, maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Presiden Soekarno dan Jendral Spoor mengeluarkan perintah penghentian tembak-menembak. Khusus di Sumatera Selatan oleh Komandan Brigade Pertempuran Garuda Merah (BPGM) tanggal 5 Agustus 1947 pukul 01.00 malam baru dapat diberlakukan Cease Fire.
Diberlakukannya Case Fire tersebut, memberikan peluang politis bagi Belanda yang telah menduduki beberapa kota dan tempat termasuk kota Prabumulih. Peluang politis yang dimaksudkan adalah terhadap daerah-daerah yang telah diduduki oleh pasukan Belanda diberlakukan Dreamline van Mook, dan pemerintah Belanda dapat berunding dengan Indonesia dengan syarat RI harus menerima garis demarkasi model Van Mook. Mengingat revolusi Indonesia ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, maka tuntutan Belanda tersebut diterima dengan konsekuensinya pasukan TNI/Laskar harus ditarik ke belakang garis Van Mook.
Di Sumatera Selatan garis demarkasi meliputi :
- de Onderafdeeling Ogan en Komering Ilir
- het zuidelijk deel van de Onderafdeeling Musi Ilir en de Kubustreken, in het noorden begrends door de Air Banyuasin en de Teluk Tenggulung (beide inbegrepen), in het Westen door de pijplijn Keluang en Karang Angin, geleden van:
a. de Moesi, Pengabang en door het stroomgebeid van de Sungai Keruh, ten Westen daar van:
b. de Onderafdeeling Lematang Ulu en Lematang Ilir van de Afdeeling Palembangse bovenlanden.
c. de Onderafdeeling Ogan Ulu en het gebied van de Onderafdeeling Komering Ulu tennoorden de spoor lijn en dezilweg Baturaja-Martapura van de Afdeeling Ogan en Komering Ulu (inbegrepen) Diantara daerah-daerah yang tersebut di atas ini terdapat kantong-kantong TNI/Laskar Resimen 45 pimpinan Mayor Dhani Effendi, setelah mereka melakukan serangan balas ke Prabumulih; mengambil tempat di Mangunjaya sebagai pusat Komando, Staf Brigade Pertempuran Garuda Merah di Muara Beliti dan SUBKOSS di Lubuklinggau.
c. Psikologis
Dampak psykologis dari serangan balas tersebut, cukup dirasakan oleh pihak TNI/Lasykar bersama masyarakat dan pihak Belanda, yang masing-masing pihak mengukur dari tingkat kepentingan sendiri yaitu:
Bagi pasukan Belanda:
1. Setelah terjadi serang balas ke Prabumulih, pasukan Belanda jarang sekali melakukan gerakan di malam hari baik patroli maupun gerakan-gerakan yang lain. Kini pasukan TNI/Laskar setelah serangan balas tersebut, melaksanakan pemunduran dan mengalihkan cara perang gerilya di waktu siang atau malam seperti yang terjadi di Musi Banyuasin, Lematang, Komering, dan Ogan. Pencegatan dan penyerangan yang datang tiba-tiba telah membuat pasukan Belanda tidak tenang.
2. Pasukan Belanda sedikit banyak merasa gentar meghadapi pasukan TNI/Lasykar, walaupun mereka memiliki senjata yang lebih modern. Keberanian dan kegigihannya melawan musuh di kandang sendiri jauh lebih tinggi semangat juangnya dari pada di negeri orang lain.
3. Kewaspadaan dan keamanan pada setiap kedudukan pasukan Belanda di daerah Sumatra Selatan meningkat, karena khawatir akan terjadi lagi seperti serangan balas ke Prabumulih yang datangnya tiba-tiba.4. Memberi keyakinan pada Belanda, bahwa wibawa Pemerintah Pusat dan Markas Tinggi TNI di Yogyakarta dipatuhi di Sumatra Selatan.
Bagi pasukan TNI/Laskar :
1. Membentuk heroisme dan patriotisme yang tinggi dalam membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI.
2. Meningkatkan rasa percaya diri yang mendalam untuk membela negara dan bangsa Indonesia.
3. Menumbuhkan sikap loyal pada atasan dan soludaritas perjuangan sesama pasukan TNI dan Laskar.
4. Mengembangkan identitas diri TNI sebagai Prajurit Pejuang dan Pejuang Prajurit.
Bagi Masyarakat :
1. Memupuk kembali kepercayaan rakyat terhadap TNI/Laskar, bahwa TNI/Laskar masih kuat dan mampu melawan serdadu Belanda walaupun memiliki senjata yang terbatas.
2 Memupuk keyakinan rakyat terhadap kekuatan dan kemampuan TNI/Laskar dalam meneruskan Perjuangan Nasional.
3. Secara tidak langsung, telah mengurangi anggapan masyarakat desa bahwa Belanda sebagai bangsa yang superior.
PENUTUP
Kesimpulan
Serangan balas ke Prabumulih yang dilaksanakan oleh TNI dan Laskar yang tergabung dalam Resimen 45 Brigade Garuda Merah Pertempuran (BGM/P) pada tanggal 1 Agustus 1947, dan berhasil menduduki kota Prabumulih selama kurang lebih 5 jam.
a. Situasi
Dilaksanakan setelah 10 hari pasukan Belanda melaksanakan AMB I, yang telah melibatkan kekuatan 3 matra sekaligus dan masih dalam kondisi siap tempur.
b. Persenjataan
Tidak adanya keseimbangan kekuatan anatara peralatan tempur yang dimiliki oleh pasukan kita yang dimiliki oleh pasukan Belanda. Justru dengan keberhasilan serangan tersebut, membuktikan organisasi pasukan yang sederhana dengan persenjataan yang konvensional, mampu mengimbangi kekuatan persenjataan yang dimiliki Belanda. Oleh karena itu organisasi yang baik dan senjata yang modern yang dimiliki oleh Belanda, tidaklah mutlak harus unggul dalam setiap front pertempuran menghadapi TNI/Lasykar.
c. Kedudukan
Kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih tidak terkonsentrasi pada satu tempat, tetapi tersebar di beberapa lokasi. Resimen 45 membagi operasi penyerangan dalam 5 sektor, satu jalur penyerangan Seksi Istimewa. Jarak satu sektor ke sektor lain hanya dihubungkan dengan kurir sehingga komunikasi antar pasukan tidak lancar. Di samping itu timbul peristiwa Prajurit Abdullatif, sehingga penyerangan terpaksa dilakukan lebih awal 15 menit dari rencana semula.
d. Personil
Personil yang terlibat penyerangan tidak hanya anggota TNI dari Resimen 45 saja, tapi juga kesatuan-kesatuan lain seperti: Resimen 44 ALRI Detasemen Markas BPGM Batalyon Garuda Merah (Mayor Iskandar) dan Laskar-Laskar Rakyat (Hizbullah, Napindo, Pesindo, lain-lain). Kekuatan pasukan tersebut merupakan sisa-sisa pasukan yang dikonsulidasikan di Suban Jeriji, di Talang Kemang Tanduk dan Talang Cempaka. Konsolidasi tersebut dilaksanakan setelah semua front pertempuran (kanan-tengah dan kiri) dapat diterobos oleh pasukan Belanda. Secara psikologis pasukan-pasukan tadi mengalami kegoncangan mental yang memberi dampak terhadap kemunduran semangat juang, karena Belanda melancarkan sestem perang psy-war. Komandan serangan balas Mayor Dhani Effendi menyadari hal itu, dan untuk mengatasi masalah psikologis tadi di samping memberikan dorongan semangat kepada seluruh anggota pasukan, juga menerapkan pola kepemimpinan yang bersifat intimidasi seperti yang pernah dikatakan oleh beliau, bahwa “Pistol saya ini bukanlah untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando”.
Sumber :
Laporan Tematis yang saya buat ini bersumber pada Surat Keputusan Panglima Daerah Militer II Sriwijaya Nomor : 61 yang telah membentuk suatu kelompok kerja untuk menyusun kisah sejarah yang pernah terjadi di kota Prabumulih pada masa revolusi Kemerdekaan. Kelompok kerja dimaksud dipimpin oleh Bapak H.A Kasim Djaki Cs. Dalam rangka penulisan ini KODAM II Sriwijaya meminta bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya berdasarkan surat nomor : B/32/I/1994 tanggal 17 Januari 1994. Berdasarkan surat keputusan Rektor Universitas Sriwijaya nomor : 219RT/PT11.1.1/U/1994 tanggal 26 Januari 1994, ditunjuklah sdr. Drs. H. Ma’moen Abdullah sebagai anggota dalam kelompok tersebutLabel: Kuliah
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda